Minggu, 30 September 2007 |
DETAK SAJAK |
NASUHA
Bayu menghalau risau ketika lantunan azan yang bergema di langit-langit surau membiaskan gaungnya ke segala penjuru kota dan singgah masuk ke dalam rumah sejenak… berikutnya kerisauan bayu menyapu lukisan pias pada gurat paras yang tampak cemas ah teringat, nurani masih saja terikat pada geliat malam yang tak lagi memberi sekat pada norma dan adat-istiadat
Sepanjang malam aku demam walau rinai hujan dan desir agin telah jatuh dari selimut aku tetap tersudut seperti badut yang mengemut rasa takut
Lantunan azan merasuk ke tangan membasuh subuh ke pori-pori tubuh kutengadah ke langit-langit rumah sepotong nasuha singgah
Pekanbaru, ruang waktu 07
TITIK
Sungguh… aku hanya mampu menyuguhkan seribu bisu untukmu dan menyeduh keheningan dalam secawan demam yang panjang sedangkan engkau selalu mengulang kalimat singkat sebagai azimat untuk mendakwaku sebagai pelaku khianat ah, bibirmu tak lagi manis jika selalu memuntahkan baris-baris amis terlalu fasihkah kau melafalkan ironi acap kali menyajikan koma pada perjumpaan saban senja
Seperti panik yang terbidik ketika detik-detik yang kita petik tak lagi cantik ah, rapsodiku terusik saat kau menarik sebaris lirik: “dik, narasi kita meraih titik”
Pekanbaru, ruang waktu 07
TERLAMBATKAH
Terlambatkah aku menuju-Mu aku mengejar-Mu hingga ke hulu mencari-Mu dari pintu ke pintu kemudian berkeliaran di selatan telah juga berjemur mengendus timur akhirnya sekarat aku di barat ah sia-sia kita tak juga bersua ataukah Engkau bermuara di utara kota tua?
Aku kehilangan arah padahal Engkau bertahta di segala arah menuju-Mu terlambatkah?
Pekanbaru, ruang waktu 07
PUISI : Lk’
Aku hanya mampu berbahasa puisi menguliti hatimu dengan puisi : dan mati dibunuh puisi
Pekanbaru, ruang waktu 07 |
posted by Dien Zhurindah @ 00.40  |
|
|
|
|
Penjaga Pantai |

Name: Dien Zhurindah
Home: Pekanbaru, Riau, Indonesia
About Me:
See my complete profile
|
Deburan Ombak |
|
Pelabuhan |
|
Pesan Tamu |
|
Links |
|
Sang Waktu |
|
Powered by |
 |
|